Passimbungang Jilid II

Liburan yang tidak terduga dan tidak terencana sebelumnya, mudik saat semua orang kembali beraktivitas adalah keterpaksaan. Sengaja tidak mudik saat liburan demi mengejar gelar kesarjanaan yang akan saya emban. Alhamdulillah, dinyatakan lulus di depan para penguji dan diwisuda 18 oktober 2014 lalu. Rasa syukur tak terhingga kepada Pemberi kenikmatan serta ucapan terimah kasih kepada pihak-pihak terkait atas sumbangsih tenaga, moril maupin materil demi meraih gelar kesarjanaan ini. 

Sebelum saya mengawali alur cerita ini, ada baiknya pembaca meluangkan sedikit waktu untuk membaca tulisan sebelumnya (baca: Passimbungan Jilid Pertama). Sebenarnya, saya tidak ingin menuangkan pemikiran dalam bentuk tulisan elektronik, namun untuk tujuan dijadikan sebagai bahan introspeksi serta acuan menjadi insan yang lebih bermanfaat bagi sesama maka tulisan ini hadir di tengah pembaca. 

Alhamdulillah, desaku tercinta menunjukkan perkembangan signifikan meskipun ada beberapa pihak yang mengucapkan "sa nakamma-kammanaji anne passimbunganngBagi saya, hal tersebut tidaklah demikian, perubahan dari segi fisik adalah bukti nyata perkembangan desaku, jejeran rumah mewah, beberpa sudut desa ada aktivitas bermanfaat dan yang patut disyukuri intensitas jamaah yang dulunya hanya dua orang sekarang menjadi lima hingga sepuluh orang. Alhamdulillah

Perkembangan desa dari segi fisik tidak sejalan dengan perilaku oknum masyarakat yang menjadi-jadi. Sebut saja ada oknum yang masih memiliki pemikiran konservatif, iri, tidak tau ucapan terima kasih hingga provokatif. Problema ini biasa terjadi dalam tatanan masyarakat, namun jika hal demkian semakin berlarut-larut, maka kualitas sebuah masyarakat akan dipertanyakan. Misalnya "eh ternyata kampung si anu begini ya". Naudzubillah

Saya tidak menafikan salah satu keluarga ada yang memiliki sifat demikian, hal itu secara tidak sengaja sy dengar dari beberapa penuturan masayarakat. Sungguh dilematis, di satu sisi saya tidak senang, di sisi lain ada keluarga yang berperilaku seperti itu. Mudahan ke depannya kita semakin terhindar dari penyakit tersebut. Amin

Ada baiknya kita menilik kembali firman Allah SWT dan sabda Nabi SAW berikut:


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat : 12)

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur – 19)

Di dalam Sunan Tirmidzi terdapat riwayat yang menceritakan hadist dari jalan Ibnu ‘Umar, beliau berkata : Rasulullah SAW naik mimbar dan menyeru dengan suara lantang, “Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya janganlah menyakiti kaum muslimin. Dan janganlah melecehkan mereka. Dan janganlah mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-koorek kesalahannya oleh Allah maka pasti dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.


“Tahukan kalian apa itu ghibah?”, mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahi-nya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya.” (HR. Muslim)

Sudah sepatutnya kita memperbaiki diri, saling membahu, saling menjaga, agar terciptanya masyarakat yang harmonis.

Coba direnungkan ketika kita meninggalkan rumah/liburan (isi rumah kosong), siapa lagi yang menjaga keamanan kecuali tetangga. Ketika kita sakit, siapa lagi yang akan mengantarkan ke rumah sakit kecuali tetangga. ketika hajatan, siapa lagi yang membantu  memasak kecuali tetangga. Ketika meninggal siapa lagi yang mengiringi jenazah kecuali tetangga. Mudahan tulisan pendek ini dapat memotivasi diri kita menjadi manusia yang lebih baik.  

Artikel Coret Apa Saja Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Scroll to top